Penaindonews.com, Polda Banten, – Mungkin saja, perwira tinggi Polri itu
tak menyadari nikmat tengah menghampirinya
di hari pertama awal Ramadhan nan penuh rahmat.
Disambut oleh kebesaran hati keluarga besar Pondok
Pesantren tradisional Nahdlatul Ulama Tariqoh Naqsabandiyah – Qadariyah (Ponpes TNQ) Al-Mubaroq, Kampung Pasir Angin, Cinangka, Kabupaten Serang, Kapolda Banten Irjen Pol Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho, S.H., M.H., M.B.A. diminta meletakkan batu pertama pembangunan pesantren tersebut.
HARI itu, Selasa, 13 April 2021, ia diundang. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Tanpa kata sambutan, Irjen Pol. Rudy diminta meresmikan start pembangunan kobong (pesantren) tradisional itu.
“Pak Rudy, Kapolda Banten yang dekat dan mencintai ulama. Saya senang, saya pernah ziarah bersamanya,” aku Pimpinan Al-Mubaroq, K.H. R. M. Yusuf Kartakoesoemah. Itu saja alasan Yusuf ketika ditanya mengapa Irjen Pol. Rudy yang meletakkan batu pertama pembangunan Ponpes yang ia pimpin.
Rudy sendiri memang cuma menyiapkan diri untuk hadir. Ketika mendatangi Ponpes NU-TNQ Al-Mubaroq, ia hanya didampingi seorang ajudan, Kapolres Cilegon AKBP Sigit dan seorang pejabat utama Polda Banten berpangkat komisaris besar (kombes). Cukup, begitu saja.
Diam-diam “menghilang” sejenak dari kantor, kemudian ke luar menyelinap untuk bersilaturahmi kepada ulama atau pesantren, memang sudah sering dilakukan Rudy. Itu sudah berlangsung sejak 5 Januari 2021 ketika ia mulai memimpin Polda Banten.
Rupanya, hal itu sudah menjadi kebiasannya. Mereka yang pernah menjadi stafnya di masa lalu mengakui begitu. Misalnya, ketika menjadi Kapolrestro Jakarta Barat, dan Kapolresta Cimahi, Jawa Barat.
Sejak menjadi Kapolda Banten, di sela-sela agendanya sebagai Kapolda, ia memang selalu menyediakan waktu menyambangi kalangan ulama, pesantren, anak yatim/ yatim-piatu, ormas, dan kelompok-kelompok budaya di Banten. Tetapi, tak jarang pula justru ganti ia yang disambangi di kantor atau di rumah jabatannya.
Sepekan jelang Ramadhan 1442 Hijriyah/ 2021, momen-momen bagus kegamaan dan kerukunan, ia lalui. Pertama, menjadi tuan rumah pelatihan kebangsaan dan budidaya tanaman qurma tropik, Pesertanya, mereka yang di masa lalu memusuhi Pemerintah, khususnya Polri. Acara ini menghadirkan narasuber utama, Dr. Ali Fauizie, sosok yang kini juga berbalik membantu Polri.
Kedua, menjadi pembicara kunci dalam sosialisasi Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang Kerukunan Umat Beragama (No.9 dan 8/ 2016). Acara ini dihadiri langsung oleh 60 ulama desa, para penyuluh dan guru-guru berbagai agama se-Banten. Sementara 1.000 orang dari unsur yang sama mengikuti secara virtual di desa masing-masing di seputar provinsi ini. Kemudian, ia ke Kota Cilegon meresmikan Masjid Al-Hidayah, Mapolresta setempat. Seakan menyeru ke seluruh jajarannya, di sini Rudy menegaskan, “Polda Banten adalah rumah ulama dan anak yatim”.
Ketiga, di akhir pekan, Sabtu (8 – 10/4/21) berada di Ponpes Salafi ‘Tajul Falah’, Cipanas, Kabupaten Lebak. Ia mendampingi Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si bersilaturahmi dan meresmikan bangunan tiga lantai Ponpes, selain juga menyerahkan sejumlah bantuan. Keempat, peletakkan batu pertama pembangunan kobong Ponpes TNQ Al-Mubaroq.
Kelima, Rabu 14 April 2021, adalah momen satu kwartal atau tepatnya 100 hari pertama Irjen Pol. Rudy memimpin Polda Banten. Momen terakhir ini, mungkin sempat hampir terlupakan di tengah padatnya agenda silaturahmi ke segenap ulama dan potensi masyarakat (potmas) di Banten.
Seratus hari pertama itu bertepatan dengan hari ke-2 puasa Ramadhan. Berpuasa berikut ibadah ritual lainnya serta melaksanakan amalan-amalan bernilai ibadah selama Ramadhan, tentu merupakan momen bagus untuk juga menganalisa dan mengevaluasi (anev) terhadap agenda-agenda yang telah dijalankan. Dari situ kemudian, akan lahir langkah-langkah baru guna perbaikan ke depan.
Segala kemaslahatan bagi sesama selama Ramadhan menjadi modal untuk menjemput kemenangan nan fitri di penghujungnya. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Awal bulan Ramadan adalah Rahmat, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya ‘Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka).”
Sebagaimana hari-hari sebelumnya, Kapolda Banten Rudy sudah pula menyiapkan agenda Ramadhan untuk sebulan ke depan. Di antaranya menyiapkan masing-masing 3.000 Al-Quran, sajadah, sarung, dan kerudung untuk dibagikan ke pesantren- pesantren dan panti-panti asuhan anak yatim di Banten.
*Pesantren Mitra Polisi*
PONPES adalah medan juang melalui dunia pendidikan. Itu artinya perjuangan dalam kurun jangka pandang. Kobong TNQ Al_Mubaroq adalah salah satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan secara tradisional di bidangnya.
Jarak Ponpes TNQ Al-Mubaroq sekitar 40 km dari Kota Serang, ibu kota Provinsi Banten. Dari pusat Kota Cilegon sekitar 20 km. Lokasinya berada di tengah perkampungan berlatar tebing-tebing. “Rindang dan sejuk,” komentar pendek Dimas, salah seorang yang menyaksikan jalannya peresmian dimulainya pembangunan kobong TNQ A-Mubaroq oleh Irjen Pol. Rudy Heriyanto.
Berdiri sejak 1999 di atas lahan seluas 1.500 meter persegi di kampung Pasir Angin, Cinangka, Cilegon, Ponpes TNQ Al-Mubaroq masih butuhkan banyak uluran tangan dari para dermawan. Sejumlah bangunan berdiri terpisah-pisah di dalamnya.
Seluruh santri Ponpes TNQ Al-Mubaroq, berjumlah 100 orang laki-laki berusia dsi atas 17 tahun. Di samping memperdalam ilmu agama, mereka juga mengisi hari-hari berkebun dan ikut membantu pekerjaan membangun bagian-bagian yang belum selesai dikerjakan.
“Di sini kami tidak memungut biaya kepada santri. Siapa pun yang mau belajar agama (Islam) dan mendalami kitab kuning, kami tampung. Bahkan ada juga yang sudah berkeluarga. Sebagian besar pendatang dari daerah lain,” jelas pimpinan Ponpes TNQ Al-Mubaroq, Yusuf Kartakoesoemah.
Menempuh jalan pendidikan untuk sebuah kemajuan berlatar keterdidikan, butuh waktu yang panjang. Diperlukan berbagai sarana prasarana pendukung dan fasilitas pendidikan yang memadai.
Ponpes semacam Al-Mubaroq dengan segala kesederhanaannya, terlebih lagi beroperasi secara nonkomersial, patut mendapat perhatian dan uluran tangan dari berberbagai pihak. Bagi Irjen Pol. Rudy, di lembaga semacam ini generasi muda dididik untuk cerdas dalam beragama. “Diharapkan, kelak para santri menjadi pelopor amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Mereka akan menjadi pelopor syiar Islam yang rahmatanlilalamin,” harap Rudy.
Harapan Rudy itu disahuti Yusuf. Sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan secara tradisional, ia bertekad menjadi mitra Pemerintah, khususnya Polri, dalam mencegah gerakan-gerakan yang menyimpangkan dari ajaran Islam hingga menjadi ekstrem. “Melalui pendidikan keagamaan, kami siap menjadi mitra pencegah berbasis penyimpangan ajaran Islam,” tekat Yusuf.
Mencegah terjadinya penyimpangan dari ajaran Islam melalui dunia pendidikan, jelas-jelas amat mulia. Di Banten tak cuma ada Ponpes TNQ Al-Mubaroq. Ratusan Ponpes tradisional atau yang juga memberikan pendidikan keterampilan bernilai ekonomi produktif (ponpes modern) bagi puluhan ribu santri, tersebar di provinsi berjuluk “Bumi Beribu Ulama, Beribu Santri” ini.
Pilihan mendekati kalangan ulama mulai dari perkotaan sampai ke desa-desa, termasuk merangkul kalangan pesantren, sungguh sebuah strategi yang efektif bagi Polri yang masih dibalut banyak keterbatasan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Bila berbagai potensi kekuatan masyarakat, termasuk kalangan ulama dan pesantren, bertekat seperti Yusuf Kartakoesoemah dan kemudian membuktikannya, tentu tekat Polri untuk lebih mencegah terjadinya kriminal ketimbang tindakan represif, tentu rasa aman akan dapat dinikmati warga Banten. Kemudian daripada itu, tentu akan dirasakan kian nyaman. **